Masjidku.id – Imam Syafi’i dikenal sebagai pendiri Mazhab Syafi’i yang memadukan akal dan dalil wahyu dalam hukum Islam dengan pemikiran yang mendalam.
Dalam sejarah Islam, nama Imam Syafi’i menempati posisi istimewa sebagai salah satu ulama besar yang memberikan kontribusi luar biasa dalam pengembangan ilmu fiqih dan ushul fiqih.
Beliau bukan hanya seorang ahli hukum Islam, tetapi juga seorang pemikir jenius yang berhasil memadukan pendekatan tekstual dan rasional dalam memahami syariat.
Mazhab yang beliau dirikan — Mazhab Syafi’i — menjadi salah satu mazhab terbesar di dunia Islam dan dianut oleh jutaan umat Muslim hingga saat ini, termasuk di Indonesia.
BACA JUGA : Al Khawarizmi: Bapak Aljabar dan Ilmuwan Besar Dunia
1. Latar Belakang dan Kelahiran Imam Syafi’i
Imam Syafi’i memiliki nama lengkap Muhammad bin Idris asy-Syafi’i.
Beliau lahir pada tahun 150 H (767 M) di Gaza, Palestina, pada tahun yang sama ketika Imam Abu Hanifah wafat — sebuah kebetulan yang sering di anggap simbol pergantian generasi ulama besar.
Ayahnya, Idris bin Abbas, berasal dari suku Quraisy yang memiliki garis keturunan langsung dengan Rasulullah SAW melalui Abdul Manaf.
Ketika masih kecil, ayahnya meninggal dunia, sehingga ibunya membawa Imam Syafi’i kecil ke Mekah, agar ia dapat tumbuh di lingkungan yang religius dan dekat dengan ilmu.
Sejak kecil, Imam Syafi’i menunjukkan kecerdasan luar biasa. Ia menghafal Al-Qur’an pada usia tujuh tahun dan kitab Al-Muwaththa’ karya Imam Malik pada usia sepuluh tahun.
Kemampuan menghafalnya yang luar biasa membuatnya di kenal luas di kalangan ulama sejak usia muda.
2. Pendidikan dan Perjalanan Menuntut Ilmu Imam Syafi’i
Perjalanan ilmiah Imam Syafii sangat panjang dan penuh semangat.
Setelah menuntut ilmu di Mekah, beliau pergi ke Madinah untuk berguru langsung kepada Imam Malik bin Anas, pendiri Mazhab Maliki.
Imam Malik sangat terkesan dengan kecerdasan dan keilmuan Syafii muda, hingga memberinya izin untuk menyampaikan ilmu dari kitab Al-Muwaththa’ kepada orang lain — suatu kehormatan besar di masa itu.
Selain kepada Imam Malik, Imam Syafi’i juga menimba ilmu dari banyak ulama besar di berbagai kota seperti Yaman, Kufah, Baghdad, dan Mesir.
Dari perjalanannya ini, beliau mempelajari beragam metode fiqih dan pendekatan hukum Islam dari mazhab-mazhab yang berbeda.
Kombinasi dari berbagai sumber ilmu inilah yang kelak melahirkan pemikiran orisinal Imam Syafi’i — sebuah mazhab yang menyeimbangkan antara nash (teks) dan akal (rasio).
3. Kontribusi Besar: Pembentukan Mazhab Syafi’i
Imam Syafii di kenal sebagai perintis sistem fiqih modern karena berhasil menyusun metodologi hukum Islam yang sistematis.
Mazhabnya lahir sebagai reaksi dan penyempurnaan dari dua pendekatan besar yang ada di masanya:
- Mazhab Ahlur Ra’yi (Rasionalis) di Kufah yang di pelopori Imam Abu Hanifah.
- Mazhab Ahlul Hadits (Tekstualis) di Madinah yang di kembangkan oleh Imam Malik.
Imam Syafii menggabungkan keduanya menjadi pendekatan tawazun (seimbang) antara teks wahyu dan rasionalitas manusia.
Dalam pandangan beliau, hukum Islam harus di dasarkan pada Al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber utama, namun penggunaan akal dan ijtihad juga penting ketika tidak di temukan nash yang tegas.
Pendekatan ini kemudian ia sistematisasikan dalam kitab monumentalnya “Ar-Risalah”, yang menjadi karya pertama dalam sejarah Islam yang secara komprehensif membahas Ushul Fiqih (prinsip dasar hukum Islam).
4. Prinsip-Prinsip Mazhab Syafi’i
Mazhab Syafi’i memiliki metode istinbath (pengambilan hukum) yang terstruktur dan logis.
Berikut urutan sumber hukum dalam mazhab ini:
- Al-Qur’an – sumber utama hukum Islam.
- As-Sunnah (Hadis Rasulullah SAW) – penjelasan dan pelengkap dari Al-Qur’an.
- Ijma’ (Konsensus ulama) – kesepakatan para ulama dalam menetapkan hukum tertentu.
- Qiyas (Analogi) – menetapkan hukum baru berdasarkan kesamaan sebab hukum dengan kasus terdahulu.
Selain itu, Imam Syafi’i sangat berhati-hati dalam menggunakan istihsan (preferensi hukum) dan maslahah mursalah (kemaslahatan umum).
Menurut beliau, setiap penetapan hukum harus memiliki dasar yang jelas dari dalil syar’i agar tidak menyimpang dari prinsip-prinsip Islam.
Pendekatan metodologis inilah yang membuat Mazhab Syafi’i terkenal konsisten dan terukur, serta menjadi acuan utama dalam dunia fiqih Islam hingga saat ini.
5. Pemikiran dan Kepribadian Imam Syafi’i
Imam Syafi’i tidak hanya di kenal karena kecerdasan ilmiahnya, tetapi juga karena akhlak dan ketawadhuannya.
Ia di kenal sangat menghormati guru-gurunya dan selalu menghindari perdebatan yang bersifat emosional.
Suatu ketika, Imam Syafi’i berkata:
“Pendapatku benar, namun bisa saja salah. Pendapat orang lain salah, namun bisa jadi benar.”
Kalimat ini menunjukkan kebesaran jiwa dan keluasan pikirannya.
Ia tidak mengklaim kebenaran absolut, melainkan mengajarkan bahwa perbedaan dalam ijtihad adalah rahmat bagi umat Islam.
Selain fiqih, Imam Syafi’i juga di kenal sebagai seorang penyair.
Banyak syairnya yang bernilai moral dan spiritual tinggi, di antaranya:
“Bersabarlah atas kerasnya ujian, karena kesabaran adalah pintu keselamatan.”
Syair-syairnya mencerminkan pandangan hidup yang bijak dan sikap zuhud terhadap dunia.
6. Perjalanan Akhir dan Wafat
Setelah menghabiskan sebagian besar hidupnya dalam menuntut dan mengajarkan ilmu, Imam Syafi’i akhirnya menetap di Mesir.
Di sana, beliau menyempurnakan ajaran-ajaran fiqihnya dan membentuk versi final dari Mazhab Syafi’i yang dikenal sebagai Mazhab Qadim (lama) dan Mazhab Jadid (baru).
Mazhab Qadim adalah pandangan Imam Syafi’i sebelum menetap di Mesir, sedangkan Mazhab Jadid adalah hasil pemikiran yang telah disesuaikan dengan kondisi sosial dan budaya masyarakat Mesir.
Imam Syafi’i wafat pada 29 Rajab 204 H (820 M) di Kairo dan dimakamkan di daerah Fusthath, Mesir.
Makamnya kini menjadi salah satu tempat bersejarah yang banyak dikunjungi oleh para penuntut ilmu dari seluruh dunia.
7. Warisan Intelektual dan Pengaruh Global
Warisan intelektual Imam Syafi’i begitu luas.
Pemikirannya tidak hanya memengaruhi hukum Islam, tetapi juga membentuk fondasi keilmuan dalam berbagai disiplin seperti tafsir, hadis, dan ushul fiqih.
Mazhab Syafi’i kini menjadi mazhab terbesar di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, Malaysia, Brunei, dan sebagian wilayah Yaman dan Mesir.
Konsistensi metodologinya menjadikan ajaran Imam Syafi’i relevan dalam berbagai zaman dan konteks sosial.
Ulama setelahnya seperti Imam Nawawi, Imam Al-Ghazali, dan Imam Rafi’i banyak mengembangkan dan menyempurnakan ajaran-ajaran beliau tanpa keluar dari prinsip utamanya.
Kesimpulan
Imam Syafi’i adalah sosok ulama besar yang menjadi pilar utama dalam sejarah hukum Islam.
Dengan kecerdasan, ketekunan, dan keikhlasan, beliau merumuskan metodologi fiqih yang menyeimbangkan antara dalil wahyu dan rasionalitas manusia.Mazhab Syafi’i bukan hanya sistem hukum, tetapi juga cerminan pemikiran moderat yang menempatkan kebenaran dan kebijaksanaan di atas segala perbedaan.
Hingga kini, warisan Imam Syafi’i tetap hidup, menjadi inspirasi bagi jutaan umat Islam untuk terus menuntut ilmu dan menegakkan keadilan berdasarkan nilai-nilai Islam yang murni.
