
ulama dan kecerdasan buatan
Masjidku.id – Ulama dan kecerdasan buatan menjadi topik utama dalam Konferensi Internasional ke-10 Sekretariat Jenderal Lembaga Fatwa Dunia di Kairo, Mesir, pada 12-13 Agustus 2025. Misalnya, KH Muhammad Cholil Nafis, Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah MUI, memaparkan bahwa AI hanya alat bantu, bukan pengganti ulama dalam berfatwa. Oleh karena itu, artikel ini mengulas pandangan Kiai Cholil tentang peran ulama di era teknologi.
Ulama dan Kecerdasan Buatan: Peran yang Tak Tergantikan
Menurut Kiai Cholil, ulama memiliki kepekaan sosial dan tanggung jawab moral yang tidak dimiliki AI. Selain itu, fatwa memerlukan pemahaman syariah dan konteks umat. AI tidak dapat menangkap nuansa spiritual, sehingga ulama tetap menjadi pilar utama dalam merumuskan keputusan keagamaan.
Bagaimana AI Mendukung Kerja Ulama?
Kiai Cholil, pengasuh Pondok Pesantren Cendikia Amanah Depok, menjelaskan bahwa kecerdasan buatan dalam fatwa berfungsi sebagai pendukung. Sebagai contoh, AI dapat mengumpulkan data syariah dengan cepat. Namun, keputusan akhir harus tetap di tangan ulama, bukan mesin tanpa hati nurani.
Manfaat dan Batasan Kecerdasan Buatan dalam Fatwa
- Manfaat: Mempercepat analisis data untuk mendukung ulama.
- Batasan: Tidak memahami emosi atau konteks sosial umat.
- Saran: Agar efektif, gunakan AI hanya sebagai alat bantu.
Konferensi Fatwa Kairo: Diskusi Global tentang AI
Konferensi yang dihadiri delegasi dari 70 negara ini membahas tantangan fatwa di era digital. Kiai Cholil mewakili MUI dengan materi “Bijak Berfatwa di Era Kecerdasan Buatan” (صناعة المفتي الرشيد في عصر الذكاء الإصطناعي). Selanjutnya, ia menyerukan penggunaan AI yang etis untuk mendukung kerja keagamaan.
Tanggung Jawab Ulama di Era Teknologi
Lebih lanjut, Kiai Cholil menegaskan bahwa ulama dan AI tidak setara. Fatwa membutuhkan kebijaksanaan manusiawi yang hanya dimiliki ulama. Karenanya, ulama bertanggung jawab atas fatwa di hadapan Allah, peran yang tidak bisa digantikan teknologi.