ALOR SETAR – Sebuah tragedi kemanusiaan kembali mengiringi nasib etnik Rohingya, ketika 29 jasad dari kelompok ini yang tewas dalam insiden kebangkitan bot karam di perairan Malaysia-Thailand dekat Langkawi, secara resmi dikebumikan di Tanah Perkuburan Islam Lama Kampung Tualang, Pokok Sena. Insiden yang menggugah hati ini tentu saja menyentuh banyak kalangan, terutama mereka yang peduli terhadap nasib para pengungsi yang terpaksa melaut demi mencari kehidupan yang lebih baik.
Pengebumian yang Terpaksa Dilakukan
Setiausaha Majlis Agama Islam Kedah (MAIK), Datuk Dr. Abd. Ghani Zainuddin menyatakan bahwa proses penguburan dilakukan sebagai langkah terakhir jika tidak ada pihak atau keluarga yang mengklaim jenazah tersebut. Hal ini menunjukkan adanya kesulitan bagi keluarga korban untuk berhubungan dan menuntut kembali jenazah, mengingat kondisi krisis yang mereka hadapi.
Konteks Insiden Bot Karam
Berdasarkan laporan, insiden bot karam tersebut terjadi saat keberangkatan tidak resmi dari jalur perairan yang berisiko tinggi. Banyak dari etnik Rohingya, yang berasal dari Myanmar, rela mengambil risiko ini sebagai pilihan terakhir untuk melarikan diri dari penindasan dan konflik yang telah membuat hidup mereka tak terancar. Tidak mengherankan, perilaku ini kerap kali berujung pada tragedi.
Penanganan Krisis Kemanusiaan
Pemerintah daerah melalui MAIK mengambil tanggung jawab dalam menangani penguburan ini. Tindakan ini mencerminkan kepedulian terhadap etnik yang seringkali dianggap sebagai warga kelas dua di banyak negara. Namun, di balik tindakan ini tersimpan persoalan mendasar mengenai bagaimana masyarakat internasional, khususnya negara-negara yang lebih maju dapat berperan dalam menyelesaikan krisis ini.
Realitas Hidup Etnik Rohingya
Di sisi lain, etnik Rohingya telah mengalami diskriminasi yang signifikan, baik di dalam maupun luar negeri. Mereka sering dihadapkan pada penolakan dan stigma dari masyarakat setempat. Hal ini semakin mempersulit usaha mereka untuk mendapatkan perlindungan dan pengakuan sebagai pengungsi. Faktanya, kondisi ini sering kali tidak hanya menciptakan penderitaan fisik, tetapi juga mempengaruhi kesehatan mental mereka.
Peran Masyarakat dan Organisasi Internasional
Dalam situasi seperti ini, peran masyarakat internasional dan organisasi non-pemerintah sangatlah krusial. Dukungan dalam bentuk bantuan kemanusiaan, advokasi hak-hak pengungsi, dan pengawalan kebijakan yang inklusif dapat memberikan dampak signifikan bagi etnik Rohingya. Penguburan 29 korban ini seharusnya menjadi pengingat bagi dunia akan betapa mendesaknya situasi yang mereka hadapi.
Kemandekan Solusi Permanen
Tidak dapat disangkal bahwa solusi permanen terhadap krisis ini masih teramat jauh. Beberapa pihak berpendapat bahwa langkah-langkah diplomasi antara negara-negara yang terlibat, serta penguatan hukum internasional, adalah langkah awal yang penting. Namun, tanpa ada penanganan menyeluruh dan komprehensif terhadap masalah ini, tragedi serupa akan terus berulang di masa mendatang.
Kesimpulan
Penguburan 29 jenazah etnik Rohingya di Pokok Sena bukan sekadar ritual terakhir bagi mereka yang telah pergi, tetapi juga sebuah panggilan untuk kesadaran dan tindakan kolektif dari komunitas internasional. Tragedi ini mencerminkan ketidakadilan sosial yang lebih besar dan harapan akan perubahan kondisi yang lebih baik bagi etnik Rohingya dan kelompok rentan lainnya. Dengan begitu banyak nyawa yang hilang, penting bagi kita untuk terus berusaha menciptakan dunia yang lebih inklusif dan manusiawi, di mana setiap individu diperlakukan dengan martabat yang layak, tanpa memandang latar belakang etnis maupun kewarganegaraan.
