
Itamar Ben-Gvir 2025
masjidku.id – Itamar Ben-Gvir 2025, Menteri Keamanan Nasional Israel, memicu kontroversi dengan memimpin doa Yahudi di Masjid Al-Aqsa pada 3 Agustus 2025, melanggar status quo. Lahir 6 Mei 1976, ia memimpin partai sayap kanan Jewish Power sejak 2019. Dikenal dengan pandangan ekstrem, Ben-Gvir pernah mendukung deportasi warga Palestina dan menentang gencatan senjata Gaza. Profil dan aksi Itamar Ben-Gvir 2025 mencerminkan pengaruhnya yang kontroversial di politik Israel, mengundang perhatian global.
Latar Belakang Itamar Ben-Gvir 2025
Itamar Ben-Gvir, lahir 6 Mei 1976 di Mevaseret Zion, Israel, adalah pengacara dan politikus sayap kanan. Berasal dari keluarga Yahudi Mizrahi, ibunya dari Kurdistan Irak pernah bergabung dengan milisi Irgun Zvai Leumi, sementara ayahnya lahir di Yerusalem. Menurut Washington Post, Ben-Gvir aktif di Partai Moledet dan menjadi koordinator pemuda Kach, partai rasis anti-Arab pimpinan Meir Kahane, yang dilarang pada 1994 karena mendukung kekerasan.
Pada 2000-an, ia belajar hukum di Ono Academic College, menghadapi puluhan dakwaan terkait hasutan rasisme, meski sebagian besar dibatalkan. Setelah memperoleh lisensi pengacara pada 2012, Ben-Gvir bekerja di Honenu, organisasi yang membela pemukim Israel. Terpilih sebagai anggota Knesset pada 2021, Itamar Ben-Gvir 2025 kini mengawasi kepolisian di bawah pemerintahan Netanyahu, menambah pengaruhnya di politik Israel.
Kontroversi di Masjid Al-Aqsa
Pada 3 Agustus 2025, Itamar Ben-Gvir 2025 memimpin doa Yahudi di kompleks Masjid Al-Aqsa untuk memperingati Tisha B’Av, melanggar status quo yang hanya mengizinkan ritual Islam di situs tersebut, seperti dilaporkan Deutsche Welle (,,). Dikelola oleh Waqf Yordania, Al-Aqsa adalah situs suci Islam dan Bukit Bait Suci bagi Yahudi. Aksi ini memicu kecaman internasional, termasuk dari AS, yang menyebutnya provokatif, menurut Reuters (,,).
Ben-Gvir telah lama mendorong akses ibadah Yahudi di Al-Aqsa, memicu eskalasi ketegangan. Menurut The Guardian, tindakan ini mencerminkan pandangan ekstremnya, yang juga terlihat dari seruan menduduki Jalur Gaza sepenuhnya. Kontroversi ini menyoroti peran Ben-Gvir dalam memperkeruh hubungan Israel-Palestina.
Pandangan Politik Ekstrem
Itamar Ben-Gvir 2025 dikenal dengan pandangan sayap kanan ekstrem. Sebagai pemimpin Jewish Power sejak 2019, ia mendukung kebijakan seperti deportasi warga Palestina yang dianggapnya “pengkhianat,” menurut The Jerusalem Post (,,). Ia juga menolak gencatan senjata Gaza pada Januari-Maret 2025, mengundurkan diri sementara dari kabinet Netanyahu untuk memprotes kesepakatan yang membebaskan 25 sandera Israel dan 1.800 tahanan Palestina (,,). Ben-Gvir kembali bergabung saat perang dilanjutkan pada Maret 2025.
Sebagai Menteri Keamanan, ia mendorong polisi mengambil sikap keras terhadap pengunjuk rasa anti-pemerintah, memperkuat citranya sebagai figur kontroversial. Ruang tamunya pernah dihiasi potret Baruch Goldstein, pembunuh 29 warga Palestina di Hebron pada 1994, mencerminkan kekagumannya pada Meir Kahane, seperti dilaporkan The Guardian (,,).
Dampak pada Politik Israel
Kehadiran Itamar Ben-Gvir 2025 dalam pemerintahan Netanyahu mengubah dinamika politik Israel. Dengan Jewish Power memegang enam kursi di Knesset, ia memiliki pengaruh besar dalam koalisi rapuh Netanyahu. Menurut Tempo.co, pengunduran dirinya pada Januari 2025 melemahkan koalisi, meski tidak menghentikan gencatan senjata. Aksi-aksinya, termasuk seruan menduduki Gaza, menimbulkan ketegangan dengan sekutu internasional seperti AS.
Ben-Gvir juga sering berselisih dengan menteri lain, seperti Menteri Pertahanan Yoav Gallant, karena pandangannya yang menentang kompromi dengan Palestina. Pengaruhnya menunjukkan polarisasi dalam politik Israel, dengan dukungan kuat dari pemukim sayap kanan namun kecaman dari komunitas internasional.
Pelajaran dari Kontroversi Ben-Gvir
Kisah Itamar Ben-Gvir 2025 mencerminkan kompleksitas politik dan agama di Timur Tengah. Tindakannya di Al-Aqsa dan pandangan ekstremnya mengundang refleksi tentang pentingnya dialog dan toleransi dalam konflik berkepanjangan. Meski kontroversial, pengaruhnya menunjukkan bagaimana satu figur dapat membentuk dinamika politik nasional dan global. Perjalanan Ben-Gvir mengajarkan bahwa kepemimpinan memerlukan keseimbangan antara keyakinan dan tanggung jawab, menginspirasi upaya untuk mencari solusi damai di tengah ketegangan.