
EPSON DSC picture
Di Afrika Barat, tepatnya di kota Djenné, Mali, berdiri sebuah masjid megah yang telah menjadi simbol peradaban Islam sekaligus ikon budaya dunia, yaitu Masjid Agung Djenné Mali. Masjid ini dikenal sebagai bangunan lumpur terbesar di dunia dan merupakan salah satu mahakarya arsitektur tradisional Afrika. Tidak hanya menjadi pusat spiritual, Masjid Raya Djenné juga menjadi bukti kejayaan Islam di wilayah Sahel dan Sahara sejak berabad-abad lalu.
1. Sejarah Masjid Agung Djenné
Masjid Raya Djenné pertama kali dibangun pada abad ke-13, tepatnya sekitar tahun 1240, pada masa pemerintahan Sultan Koi Kunboro yang memeluk Islam. Namun, bangunan yang kita lihat sekarang merupakan rekonstruksi pada tahun 1907 oleh penguasa kolonial Prancis dengan melibatkan masyarakat lokal.
Sejak awal berdirinya, masjid ini berfungsi sebagai pusat kegiatan keagamaan, pendidikan, dan sosial. Bahkan, pada masa kejayaan, Djenné menjadi pusat perdagangan trans-Sahara dan pusat studi Islam yang terkenal, menarik ulama dan pelajar dari seluruh Afrika Barat.
BACA JUGA : Jama Masjid Delhi Ikon Sejarah Islam di India
2. Keunikan Arsitektur Lumpur
Masjid Agung Djenné sangat terkenal karena konstruksinya yang menggunakan lumpur tanah liat (adobe) sebagai bahan utama. Setiap tahun, masyarakat lokal melakukan renovasi massal yang di sebut “Crepissage”, yaitu tradisi melapisi ulang dinding masjid dengan lumpur segar agar tetap kokoh.
Ciri khas arsitektur Masjid Raya Djenné antara lain:
- Dinding tebal dari lumpur dan jerami: Berfungsi menjaga suhu interior tetap sejuk meski iklim di Mali sangat panas.
- Menara dengan paku kayu: Kayu tersebut berfungsi sebagai perancah alami sekaligus dekorasi unik.
- Ruang salat luas: Mampu menampung ribuan jamaah sekaligus.
- Desain harmonis dengan lingkungan: Warna lumpur membuat masjid menyatu dengan lanskap kota Djenné.
3. Fungsi Religius dan Pendidikan Masjid Agung Djenné
Sejak dulu, Masjid Raya Djenné berfungsi sebagai pusat keagamaan utama di Mali. Umat Islam berkumpul di sini untuk melaksanakan salat berjamaah, khususnya salat Jumat.
Selain itu, masjid ini juga menjadi pusat pendidikan Islam. Banyak pelajar datang untuk mempelajari Al-Qur’an, hadis, fikih, serta ilmu-ilmu keislaman lainnya. Masjid ini berperan besar dalam penyebaran Islam di kawasan Afrika Barat.
4. Masjid Agung Djenné Warisan Budaya Dunia
UNESCO menetapkan Masjid Agung Djenné sebagai Warisan Dunia pada tahun 1988 bersama dengan kota tua Djenné. Status ini di berikan karena nilai arsitektur, sejarah, dan tradisi budaya yang melekat pada masjid ini.
Bagi masyarakat Mali, masjid ini bukan hanya bangunan, tetapi juga identitas dan simbol kebanggaan nasional. Proses perawatan tahunan yang melibatkan seluruh warga kota menjadi bukti keterlibatan masyarakat dalam menjaga warisan leluhur.
5. Daya Tarik Wisata
Masjid Agung Djenné kini menjadi salah satu destinasi wisata budaya paling terkenal di Afrika. Setiap tahun, ribuan wisatawan dari seluruh dunia datang untuk menyaksikan keindahan masjid sekaligus ikut dalam acara Crepissage yang unik.
Selain masjid, pengunjung juga dapat menikmati suasana kota Djenné yang masih mempertahankan tradisi pasar mingguan, rumah-rumah adobe, dan budaya lokal yang autentik. Kombinasi ini menjadikan kunjungan ke Djenné pengalaman spiritual sekaligus budaya.
6. Tantangan Pelestarian
Meski megah, Masjid Agung Djenné menghadapi berbagai tantangan. Bahan lumpur membuatnya rentan terhadap hujan deras dan perubahan iklim. Konflik politik dan sosial di Mali juga berdampak pada upaya pelestarian.
Namun, berkat kerja sama pemerintah Mali, UNESCO, dan komunitas lokal, masjid ini tetap berdiri kokoh dan terawat hingga kini. Upaya konservasi terus dilakukan agar masjid tetap menjadi warisan berharga bagi generasi mendatang.
Kesimpulan
Masjid Agung Djenné di Mali bukan hanya sebuah tempat ibadah, tetapi juga simbol sejarah, budaya, dan spiritualitas Islam di Afrika Barat. Dengan arsitektur lumpur yang unik, tradisi perawatan tahunan, serta perannya sebagai pusat ilmu, masjid ini layak disebut sebagai keajaiban dunia Islam.
Sebagai warisan budaya UNESCO, Masjid Agung Djenné akan terus menjadi saksi bisu peradaban Islam di Sahara, sekaligus daya tarik dunia yang memadukan keindahan, tradisi, dan kebersamaan masyarakat.