Masjidku.id – Masjid peninggalan Kesultanan Pontianak menjadi bukti kejayaan Islam di Kalimantan Barat dengan arsitektur megah dan nilai sejarah tinggi.
Pendahuluan
Kalimantan Barat memiliki banyak peninggalan bersejarah yang mencerminkan kejayaan masa lalu kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara. Salah satu warisan yang masih berdiri megah hingga kini adalah Masjid Jami Sultan Syarif Abdurrahman, yang dikenal sebagai masjid peninggalan Kesultanan Pontianak.
Masjid ini bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga saksi bisu berdirinya Kota Pontianak, ibu kota Kalimantan Barat. Dengan arsitektur klasik berciri khas Melayu-Islam, masjid ini menjadi bukti nyata bagaimana Islam berkembang dan menjadi bagian penting dari identitas budaya masyarakat Pontianak.
BACA JUGA : Masjid Terapung Jeddah di Laut Merah
Sejarah Berdirinya Masjid Kesultanan Pontianak
Masjid peninggalan Kesultanan Pontianak ini didirikan oleh Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie, pendiri Kesultanan Pontianak, pada 23 Oktober 1771. Bersamaan dengan berdirinya kesultanan, masjid ini menjadi pusat kegiatan keagamaan dan pemerintahan pada masa itu.
Menurut catatan sejarah, lokasi masjid dipilih berdasarkan petunjuk spiritual saat Sultan Syarif Abdurrahman membuka wilayah baru di pertemuan tiga sungai besar: Sungai Kapuas, Sungai Landak, dan Sungai Kecil. Lokasi strategis ini menjadikan masjid mudah diakses oleh masyarakat dari berbagai penjuru daerah.
Pembangunan awal masjid dilakukan secara gotong royong oleh masyarakat setempat dengan bahan-bahan sederhana seperti kayu ulin—jenis kayu khas Kalimantan yang terkenal kuat dan tahan lama. Hingga kini, sebagian besar struktur kayu ulin asli masih utuh meski telah berusia lebih dari dua abad.
Nama dan Makna Filosofis
Masjid ini di kenal dengan nama Masjid Jami Sultan Syarif Abdurrahman, sebagai penghormatan kepada pendirinya. Dalam bahasa Arab, kata “Jami” berarti masjid besar tempat umat Islam berkumpul untuk melaksanakan salat Jumat dan kegiatan keagamaan lainnya.
Secara simbolis, masjid ini bukan hanya pusat ibadah, tetapi juga simbol persatuan dan kemakmuran masyarakat Pontianak. Di masa kejayaannya, masjid ini menjadi tempat berdiskusi, bermusyawarah, serta pusat pendidikan agama Islam di bawah naungan kesultanan.
Arsitektur Masjid: Perpaduan Melayu dan Islam Kesultanan Pontianak
Salah satu daya tarik utama masjid peninggalan Kesultanan Pontianak adalah arsitekturnya yang khas dan sarat makna budaya. Masjid ini memadukan gaya Melayu, Islam, dan sedikit pengaruh Timur Tengah, menciptakan harmoni yang indah antara tradisi dan spiritualitas.
Beberapa ciri khas arsitekturnya antara lain:
- Struktur Kayu Ulin
Hampir seluruh bagian bangunan utama masjid terbuat dari kayu ulin yang terkenal tahan terhadap air dan rayap. Inilah yang membuat masjid tetap kokoh meski berada di tepi sungai dan berusia lebih dari 250 tahun. - Atap Tumpang Tiga
Atap masjid berbentuk tumpang tiga, menyerupai bentuk masjid tradisional Nusantara. Filosofinya menggambarkan tiga tingkatan dalam kehidupan spiritual umat Islam: iman, Islam, dan ihsan. - Tiang Penyangga Megah
Di dalam masjid terdapat tiang-tiang besar dari kayu ulin yang menopang struktur bangunan tanpa paku logam. Tiang-tiang ini di susun dengan teknik pasak tradisional, menunjukkan keahlian arsitektur lokal pada masa itu. - Warna dan Ornamen Melayu
Warna dominan masjid adalah kuning keemasan dan hijau, yang melambangkan kejayaan dan kemakmuran dalam budaya Melayu-Islam. Beberapa ornamen kaligrafi Arab menghiasi bagian mihrab dan mimbar, menambah suasana religius yang kuat. - Mimbar dan Mihrab Klasik
Mimbar masjid terbuat dari kayu berukir indah dengan motif flora khas Melayu. Mihrabnya sederhana namun megah, menghadap ke barat laut (arah kiblat), dan menjadi pusat perhatian jamaah saat salat berjamaah.
Peran Masjid dalam Sejarah Kesultanan Pontianak
Masjid Jami Sultan Syarif Abdurrahman memiliki peran penting dalam perjalanan sejarah Kesultanan Pontianak. Selain sebagai tempat ibadah, masjid ini juga menjadi pusat pemerintahan dan penyebaran Islam di Kalimantan Barat.
Di masa kejayaan kesultanan, kegiatan dakwah, pendidikan agama, dan hukum Islam di jalankan dari lingkungan masjid ini. Para ulama, guru agama, dan pejabat kesultanan sering bermusyawarah di serambi masjid membahas berbagai urusan rakyat dan pemerintahan.
Masjid juga menjadi tempat berlangsungnya upacara adat dan peringatan keagamaan, seperti Maulid Nabi Muhammad SAW, Isra Mikraj, dan tahun baru Islam, yang hingga kini masih di pertahankan oleh masyarakat sekitar.
Pemeliharaan dan Pelestarian
Menyadari nilai sejarah dan keagungan arsitektur masjid ini, pemerintah dan masyarakat setempat telah melakukan restorasi dan pelestarian sejak awal tahun 2000-an. Upaya ini meliputi perawatan struktur kayu, perbaikan atap, dan penataan area sekitarnya agar tetap menarik dan nyaman bagi jamaah maupun wisatawan.
Kini, masjid ini di tetapkan sebagai cagar budaya nasional, dan menjadi salah satu destinasi wisata religi utama di Pontianak. Banyak wisatawan lokal maupun mancanegara datang untuk menyaksikan keindahan arsitektur tradisionalnya serta mengenang kejayaan Islam di Borneo.
Masjid dan Sungai Kapuas: Dua Ikon Pontianak
Letak masjid yang berdekatan dengan Sungai Kapuas, sungai terpanjang di Indonesia, menambah keindahan dan nilai historisnya. Dari pelataran masjid, pengunjung dapat menikmati panorama sungai yang menenangkan, sambil menyadari bahwa di sinilah awal mula berdirinya Pontianak sebagai kota perdagangan dan pusat penyebaran Islam.
Setiap tahun, terutama pada bulan Ramadan dan Idulfitri, kawasan sekitar masjid ramai oleh kegiatan masyarakat, mulai dari tadarus, buka puasa bersama, hingga festival keagamaan yang memperkuat identitas religius Pontianak.
Kesimpulan
Masjid peninggalan Kesultanan Pontianak adalah bukti nyata bagaimana Islam, budaya, dan sejarah berpadu dalam harmoni di tanah Kalimantan Barat. Berdiri sejak abad ke-18, masjid ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga menjadi pusat peradaban dan kebanggaan masyarakat Pontianak.
Dengan arsitektur indah, nilai sejarah tinggi, dan peran spiritual yang kuat, Masjid Jami Sultan Syarif Abdurrahman tetap menjadi ikon kejayaan Islam di Borneo — warisan berharga yang terus di jaga lintas generasi sebagai simbol keimanan dan kebudayaan Nusantara.
