Masjidku.id – Masjid tua di Lombok memancarkan keindahan arsitektur tradisional yang memadukan nilai Islam dan budaya Sasak.
Keindahan dan Sejarah Masjid Tua di Lombok
Pulau Lombok, yang dijuluki Pulau Seribu Masjid, memiliki sejarah panjang dalam perkembangan Islam di Nusantara. Salah satu warisan paling berharga dari penyebaran Islam di pulau ini adalah keberadaan masjid-masjid tua yang masih berdiri megah hingga kini.
Masjid-masjid tua di Lombok bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga simbol akulturasi budaya antara Islam dan tradisi lokal suku Sasak. Arsitektur bangunannya mencerminkan kesederhanaan, keteguhan iman, dan kearifan lokal yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Masjid-masjid ini biasanya berdiri di tengah perkampungan adat, dikelilingi rumah-rumah tradisional dan alam yang masih asri. Salah satu yang paling terkenal adalah Masjid Kuno Bayan Beleq, yang menjadi ikon spiritual dan arsitektur tertua di Lombok.
BACA JUGA : Makam Ibnu Battuta di Maroko: Jejak Sang Penjelajah Dunia Islam
Masjid Kuno Bayan Beleq: Simbol Awal Islam di Lombok
Masjid Kuno Bayan Beleq terletak di Desa Bayan, Kabupaten Lombok Utara. Kemudian, masjid ini di yakini sebagai masjid pertama di Lombok yang di bangun pada abad ke-16, seiring dengan masuknya Islam ke wilayah tersebut melalui para ulama dari Jawa dan Makassar.
Nama “Beleq” berarti “besar” dalam bahasa Sasak, menggambarkan kedudukannya yang penting bagi masyarakat setempat. Hingga kini, masjid ini masih di gunakan untuk upacara adat dan kegiatan keagamaan seperti Maulid Nabi Muhammad SAW dan Lebaran Topat (lebaran ketupat khas Lombok).
Ciri Khas Arsitektur Masjid Tua di Lombok
Arsitektur masjid tua di Lombok sangat berbeda dengan masjid-masjid modern. Setiap bagian bangunannya memiliki makna simbolis yang mencerminkan filosofi kehidupan dan spiritualitas masyarakat Sasak.
1. Struktur Bangunan dari Bambu dan Kayu
Masjid tua di Lombok di bangun menggunakan material alami seperti bambu, kayu, dan ijuk. Dindingnya terbuat dari anyaman bambu (bedek), sementara atapnya menggunakan daun rumbia atau ilalang. Hal ini melambangkan kesederhanaan hidup dan harmoni dengan alam.
Meskipun sederhana, bangunannya sangat kokoh karena menggunakan teknik sambungan tradisional tanpa paku, yang membuktikan kecerdasan arsitektur masyarakat Sasak kuno.
2. Atap Bertingkat (Tumpang Tiga atau Lima)
Ciri khas paling menonjol dari masjid tua Lombok adalah atap bertingkat yang menyerupai bentuk meru (pada arsitektur Bali). Biasanya terdiri dari tiga atau lima susun atap, yang melambangkan tingkatan iman: Islam, Iman, dan Ihsan.
Bentuk atap yang menjulang juga merepresentasikan hubungan manusia dengan Sang Pencipta — semakin tinggi atapnya, semakin dekat manusia kepada Allah SWT.
3. Tanpa Kubah dan Menara
Berbeda dengan masjid-masjid modern, masjid tua di Lombok tidak memiliki kubah. Sebagai gantinya, atap runcing dari rumbia menjadi simbol kesederhanaan dan spiritualitas.
Masjid juga tidak memiliki menara; adzan biasanya di kumandangkan langsung dari halaman atau bale (bangunan kecil) di samping masjid.
4. Tiang Utama (Saka Guru) yang Sakral
Setiap masjid tua memiliki empat tiang utama (saka guru) yang menopang seluruh bangunan. Tiang-tiang ini dibuat dari kayu besar dan dianggap memiliki nilai spiritual tinggi.
Dalam kepercayaan masyarakat Sasak, saka guru melambangkan empat sahabat Nabi Muhammad SAW dan menjadi simbol kekuatan iman yang menopang kehidupan umat Islam.
5. Lantai Tanah sebagai Simbol Kerendahan Hati
Banyak masjid tua di Lombok masih mempertahankan lantai tanah liat tanpa keramik atau marmer. Hal ini bukan karena keterbatasan, tetapi merupakan simbol kerendahan hati di hadapan Allah SWT.
Setiap orang yang masuk masjid diharapkan menanggalkan kesombongan dunia dan kembali ke fitrah manusia yang berasal dari tanah.
Filosofi dan Nilai Spiritual dalam Arsitektur
Setiap elemen arsitektur masjid tua di Lombok tidak hanya memiliki fungsi fisik, tetapi juga makna filosofis dan spiritual.
- Atap bertingkat: melambangkan perjalanan spiritual menuju Allah.
- Tiang saka guru: simbol kekuatan, keimanan, dan kesatuan umat.
- Bahan alami: mencerminkan keselarasan manusia dengan alam.
- Tanpa kubah dan menara: menegaskan kesederhanaan dalam beribadah, bahwa yang terpenting bukan kemegahan bangunan, melainkan keikhlasan hati.
Selain itu, tata letak masjid juga memperhatikan arah kiblat yang ditentukan secara tradisional, menggunakan perhitungan bintang dan posisi matahari — bukti kecerdasan masyarakat lokal dalam ilmu falak sederhana.
Fungsi Sosial dan Budaya Masjid Tua
Masjid tua di Lombok bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga pusat kegiatan sosial, budaya, dan pendidikan Islam.
Setiap kali ada upacara keagamaan seperti Maulid, Lebaran Topat, atau Muludan, masyarakat berkumpul di masjid untuk berzikir, membaca doa, dan bersilaturahmi. Tradisi ini memperkuat ikatan sosial dan menumbuhkan nilai kebersamaan antarwarga.
Masjid juga berfungsi sebagai pusat penyebaran dakwah sejak masa awal Islam di Lombok. Para ulama dan tokoh adat menggunakan masjid sebagai tempat mengajarkan Al-Qur’an, fiqih, serta nilai moral kepada generasi muda.
Contoh Masjid Tua Lain di Lombok
Selain Masjid Bayan Beleq, beberapa masjid tua lain yang juga memiliki nilai sejarah tinggi antara lain:
- Masjid Kuno Rembitan (Lombok Tengah): mirip dengan Bayan Beleq, dengan atap ijuk dan dinding bambu.
- Masjid Karang Bayan: menjadi pusat kegiatan adat Islam Wetu Telu.
- Masjid Al-Mujahidin Lingsar: tempat berkumpulnya umat Islam dan masyarakat adat dalam harmoni budaya.
Setiap masjid memiliki karakteristik unik, tetapi semuanya menampilkan kesatuan antara nilai Islam dan tradisi Sasak.
Penutup
Arsitektur masjid tua di Lombok adalah bukti nyata bagaimana Islam dapat menyatu dengan budaya lokal tanpa menghilangkan nilai keaslian. Dari tiang kayu yang sakral hingga atap rumbia yang sederhana, semuanya mencerminkan filosofi kehidupan masyarakat Sasak yang religius, rendah hati, dan mencintai alam.
Lebih dari sekadar bangunan, masjid tua di Lombok adalah warisan spiritual dan budaya yang perlu dijaga dan dilestarikan. Di dalam keheningannya, tersimpan pesan tentang kesederhanaan, kebersamaan, dan cinta kepada Sang Pencipta.Dengan melestarikan masjid-masjid tua ini, kita tidak hanya menjaga sejarah arsitektur Islam, tetapi juga merawat identitas dan jiwa Nusantara yang damai dan beriman.
