Masjidku.id – Utsman bin Affan dikenal sebagai khalifah dermawan, pemimpin adil yang menjaga persatuan umat dan menjaga kemurnian Al-Qur’an.
1. Sosok Mulia dari Keluarga Quraisy
Utsman bin Affan RA adalah salah satu sahabat terdekat Rasulullah SAW yang di kenal karena kelembutan hati, ketakwaan, dan kedermawanannya. Ia lahir di Mekkah sekitar enam tahun setelah Tahun Gajah dari keluarga bangsawan suku Quraisy, Bani Umayyah.
Sebelum masuk Islam, Utsman di kenal sebagai pedagang sukses dan jujur. Kekayaannya tidak membuatnya sombong; justru ia di kenal rendah hati dan penuh kasih kepada orang miskin. Ketika mendengar dakwah Rasulullah SAW dari sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq, hatinya langsung tergerak untuk menerima Islam tanpa ragu.
Utsman termasuk orang yang pertama masuk Islam dan menjadi bagian dari kelompok As-Sabiqunal Awwalun, yaitu golongan pertama yang beriman kepada Rasulullah SAW.
BACA JUGA : Makam Bilal bin Rabah: Muazin Rasulullah yang Setia
2. Sahabat dan Menantu Rasulullah SAW
Utsman memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Rasulullah. Ia menikah dengan Ruqayyah binti Rasulullah SAW, dan setelah istrinya wafat, beliau menikah lagi dengan Ummu Kultsum binti Rasulullah SAW. Karena itu, Utsman mendapat julukan “Dzun Nurain” (Pemilik Dua Cahaya), satu-satunya sahabat yang menikahi dua putri Nabi.
Rasulullah SAW sangat menghormati Utsman karena kebaikan dan kelembutannya. Beliau pernah bersabda:
“Sesungguhnya setiap Nabi memiliki sahabat yang setia, dan sahabatku yang paling setia adalah Utsman.”
Utsman selalu menjadi penopang bagi dakwah Rasulullah, baik dengan tenaga maupun harta. Ia sering menolong kaum Muslimin yang lemah dan membiayai perjuangan Islam tanpa pamrih.
3. Kedermawanan Utsman bin Affan yang Tak Tertandingi
Salah satu sifat paling menonjol dari Utsman adalah kedermawanannya yang luar biasa. Ketika kaum Muslimin berhijrah ke Madinah, mereka mengalami kesulitan mendapatkan air bersih. Saat itu, hanya ada sumur milik seorang Yahudi bernama Ruma yang menjual air dengan harga tinggi. Utsman membeli sumur itu dengan harga sangat mahal dan menghibahkannya untuk umat Islam secara gratis. Sumur tersebut di kenal hingga kini sebagai Sumur Utsman.
Tidak hanya itu, dalam Perang Tabuk, ketika Rasulullah memerintahkan kaum Muslimin untuk bersiap menghadapi pasukan Romawi, Utsman menyumbangkan 300 unta lengkap dengan perbekalannya, 50 kuda, dan 1.000 dinar emas. Rasulullah SAW bersabda dengan penuh kagum:
“Tidak ada yang dapat membahayakan Utsman setelah hari ini.”
Utsman menggunakan seluruh hartanya untuk membangun kebaikan, membiayai dakwah, dan membantu fakir miskin. Ia menjadi contoh nyata seorang pemimpin yang tidak hanya memerintah dengan kata-kata, tetapi juga dengan keteladanan.
4. Menjadi Khalifah Ketiga Islam
Setelah wafatnya Umar bin Khattab, Utsman bin Affan terpilih sebagai khalifah ketiga melalui musyawarah. Masa pemerintahannya berlangsung sekitar 12 tahun (644–656 M) dan di kenal sebagai masa kemakmuran bagi umat Islam.
Di bawah kepemimpinan Utsman, wilayah kekuasaan Islam semakin luas, mencakup Afrika Utara, Armenia, dan sebagian wilayah Asia Tengah.
Namun, pencapaian terbesar Utsman bukan hanya dalam bidang politik atau militer, melainkan dalam penyusunan dan standarisasi mushaf Al-Qur’an. Ia memerintahkan pembukuan dan penyalinan Al-Qur’an berdasarkan satu dialek (Quraish) agar tidak terjadi perbedaan bacaan di wilayah yang jauh.
Keputusan ini menjadi tonggak penting dalam menjaga keaslian Al-Qur’an hingga kini.
5. Kepemimpinan yang Lembut dan Adil
Utsman di kenal sebagai pemimpin yang lembut dan menghindari kekerasan. Ia memimpin dengan kasih sayang dan selalu mengutamakan musyawarah. Dalam setiap keputusan penting, ia mendengarkan pendapat para sahabat dan memilih jalan yang terbaik untuk umat.
Meski begitu, sifat lembutnya sering di salahgunakan oleh pihak-pihak tertentu yang haus kekuasaan. Fitnah mulai bermunculan di akhir masa pemerintahannya, dan pemberontakan pun terjadi di berbagai wilayah.
Utsman tetap memilih untuk tidak menggunakan kekerasan terhadap umat Islam sendiri, meski hal itu membahayakan diri nya. Ia berkata,
“Aku tidak akan menumpahkan darah kaum Muslimin demi mempertahankan kekuasaanku.”
Keputusan ini menunjukkan kebesaran jiwa dan ketulusan seorang pemimpin sejati.
6. Akhir Hidup Utsman bin Affan yang Mulia
Di usia senjanya, Utsman bin Affan wafat sebagai syahid ketika sekelompok pemberontak menyerangnya di rumahnya di Madinah. Saat itu, beliau sedang membaca Al-Qur’an, dan darahnya menetes di atas ayat:
“Maka Allah akan mencukupkan bagimu terhadap mereka. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 137)
Wafatnya Utsman menjadi duka mendalam bagi umat Islam. Namun, keteladanan, kesabaran, dan kedermawanannya terus dikenang sepanjang zaman.
7. Warisan Utsman bin Affan bagi Dunia Islam
Warisan terbesar Utsman bukan hanya kekayaan, tetapi nilai-nilai kepemimpinan, keikhlasan, dan pengabdian. Ia meninggalkan contoh bagaimana seorang pemimpin harus bersikap rendah hati, dermawan, dan mengutamakan umat di atas kepentingan pribadi.
Masjid-masjid yang dibangun, mushaf Al-Qur’an yang disatukan, serta sistem pemerintahan yang dijalankannya menjadi bukti nyata dedikasinya kepada Islam.
Hingga kini, nama Utsman bin Affan tetap harum sebagai khalifah dermawan yang berhati lembut dan pemimpin yang diridhai Allah.
Kesimpulan
Utsman bin Affan adalah teladan sejati dalam kedermawanan dan kepemimpinan. Ia membuktikan bahwa kekuasaan sejati bukan diukur dari harta atau kekuatan, melainkan dari pengabdian dan keikhlasan kepada Allah serta umat manusia.
Kisah hidupnya menjadi inspirasi bagi siapa pun yang ingin menjadi pemimpin berjiwa besar — yang memimpin dengan kasih, berbagi dengan tulus, dan hidup untuk memberi manfaat bagi sesama.
